Riyadhus Shalihin -Imam An-Nawawi- Bab 68: Kewara'an Dan Meninggalkan Apa-apa Yang Syubhat

Posted by Unknown on Jumat, 19 April 2013


Nomor: 585

Dari An-Nu'man bin Basyir radhiallahu 'anhuma, katanya: "Saya mendengar Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda:

"Sesungguhnya apa-apa yang halal itu jelas dan sesungguhnya apa-apa yang haram itupun jelas pula. Di antara kedua macam hal itu - yakni antara halal dan haram - ada beberapa hal yang syubhat -samar-samar atau serupa yakni tidak jelas halal dan haramnya.Tidak dapat mengetahui apa-apa yang syubhat itu sebagian besar manusia. Maka barangsiapa yang menjaga dirinya dari perbuatan-perbuatan syubhat, maka ia telah melepaskan dirinya dari melakukan sesuatu yang mencemarkan agama serta kehormatannya. Dan barangsiapa yang telah jatuh dalam kesyubhatan-kesyubhatan, maka jatuhlah ia dalam keharaman, sebagaimana halnya seorang penggembala yang menggembala di sekitar tempat yang terlarang, hampir saja ternaknya itu makan dari tempat larangan tadi.

Ingatlah bahwasanya setiap raja itu mempunyai larangan-larangan. Ingatlah bahwasanya larangan-larangan Allah adalah apa-apa yang diharamkan olehNya. Ingatlah bahwa di dalam tubuh manusia itu ada segumpa! darah beku, apabila benda ini baik, maka baiklah seluruh badan, tetapi apabila benda ini rusak - jahat, maka rusak - jahat - pulalah seluruh badan. Ingatlah bahwa benda itu adalah hati." (Muttafaq 'alaih)

Imam-imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan Hadis di atas dari beberapa jalan, pula dengan lafaz-lafaz yang hampir bersamaan.

Nomor: 586

Dari Anas رضي الله عنه bahwasanya Nabi صلی الله عليه وسلم menemukan sebiji buah kurma di jalanan, lalu beliau صلی الله عليه وسلم bersabda:

"Andaikata saya tidak takut bahwa kurma ini termasuk golongan benda sedekah, pastilah saya akan memakannya." Suatu tanda sangat berhati-hatinya beliau صلی الله عليه وسلم dalam hal yang syubhat. (Muttafaq 'alaih)

Nomor: 587

Dari an-Nawwas bin Sam'an رضي الله عنه dari Nabi صلی الله عليه وسلم, sabdanya: "Kebajikan ialah baiknya budipekerti dan dosa ialah apa-apa yang engkau rasakan bimbang dalam jiwamu dan engkau tidak suka kalau hal itu diketahui oleh orang banyak." (Riwayat Muslim)

Nomor: 588

Dari Wabishah bin Ma'bad رضي الله عنه, katanya: "Saya mendatangi Rasulullah صلی الله عليه وسلم, lalu beliau bersabda: "Engkau datang ini hendak menanyakan perihal kebajikan?" Saya menjawab: "Ya." Beliau صلی الله عليه وسلم lalu bersabda lagi: "Mintalah fatwa - keterangan atau pertimbangan - pada hatimu sendiri. Kebajikan itu ialah yang jiwa itu menjadi tenang padanya - di waktu melakukan dan setelah selesainya, juga yang hatipun tenang pula merasakannya,sedang dosa ialah apa-apa yang engkau rasakan bimbang dalam jiwa serta bolak-balik -yakni ragu-ragu - dalam dada - hati, sekalipun orang banyak telah memberikan fatwanya padamu; yah, sekalipun orang banyak telah memberikan fatwanya padamu."

Hadis hasan yang diriwayatkan oleh Imam-imam Ahmad dan ad-Darimi dalam kedua musnadnya.

Penjelasan:

Dua Hadis di atas itu menegaskan apa yang disebut kebajikan dan apa yang disebut dosa itu.

Kebajikan ialah:

1. Budipekerti yang baik.

2. Juga sesuatu yang dirasa tenteram dalam jiwa dan tenang dalam hati. Untuk mengetahui ini cukuplah bertanya kepada hati kita sendiri. Misalnya berkata jujur, bagaimanakah hati kita setelah melakukannya? Tenang bukan. Nah, itulah kebajikan. Tetapi berkata dusta, tenangkah jiwa kita setelah melakukannya? Pasti tidak, sebab takut ketahuan orang kedustaannya itu. Nah, tentu itu bukan kebajikan tetapi kejahatan dan dosa.

Selanjutnya yang disebut kejahatan dan dosa itu ialah:

1. Sesuatu yang membekas dalam hati yakni setelah melakukannya, hati itu selalu mengangan-angankan akibat yang buruk dari kelakuan tadi itu, jelasnya hati senantiasa gelisah kalau kelakuannya tadi diketahui oleh orang lain. Misalnya menipu, merampas hak orang, berbuat zalim dan penganiayaan, tidak jujur, memalsu dan Iain-Iain sebagainya.

2. Sesuatu yang kecuali membekas dalam jiwa, juga hati sudah bimbang dan ragu- ragu di saat melakukannya itu, sebab kalau ketahuan orang, tentu akan mendapatkan hukuman, berat atau ringan, misalnya mencuri, membunuh dan Iain-Iain lagi.

3. Sesuatu yang ditakutkan kalau diketahui orang lain, baik takut akan menjadi malu, sebab apa yang dilakukan itu merupakan hal yang tercela di kalangan masyarakat atau takut jatuh namanya, takut hukumannya dan Iain-Iain.

Rasulullah صلی الله عليه وسلم menandaskan perihal kejahatan dan dosa itu dengan diberi tambahan kalimat: "Sekalipun orang-orang lain sama memfatwakan itu padamu serta membenarkan tindakanmu itu." Artinya sekalipun banyak yang mendukung tindakanmu dan banyak pembelamu serta semuanya menyetujui, tetapi kalau sifatnya membekas dalam hati dan meragu-ragukan, itulah suatu tanda bahwa apa yang kamu lakukan itu suatu kejahatan atau dosa. Soal orang yang memberikan fatwa itu belum tentu benar, mungkin orang itu hanya menginginkan supaya kamu banyak menghadiahkan sesuatu padanya atau menginginkan kepangkatan kalau justeru kamu sebagai pemegang kekuasaan atau fatwanya itu hanya ditilik dari segi lahiriyahnya saja, sedang yang terkandung dalam hatimu tidak atau belum diketahui olehnya. Oleh sebab itu, tepatlah kalau Rasulullah صلی الله عليه وسلم mengingatkan kita agar kita lebih-lebih mengutamakan untuk meminta fatwa atau keterangan dari hati kita sendiri.

Nomor: 589

Dari Abu Sirwa'ah - dengan kasrahnya sin muhmalah - yaitu 'Uqbah bin al-Harits رضي الله عنه bahwasanya ia mengawini anak perempuannya Abu Ihab bin 'Aziz. Kemudian datanglah seorang wanita, lalu berkata: "Sesungguhnya saya benar-benar telah menyusui 'Uqbah serta perempuan yang dikawin olehnya itu - jadi keduanya adalah saudara sesusuan yang haram menjadi suami isteri." Kemudian 'Uqbah berkata kepada wanita tadi: "Saya tidak mengerti bahwa anda telah menyusui saya dan anda tidak pernah memberitahukan hal itu padaku." 'Uqbah lalu menaiki kendaraan untuk menuju kepada Rasulullah صلی الله عليه وسلم di Madinah, kemudian menanyakan perkara itu padanya. Rasulullah صلی الله عليه وسلم lalu bersabda: "Bagaimana lagi, sedangkan persoalan sudah dikatakan demikian." Selanjutnya 'Uqbah lalu menceraikan isterinya itu dan mengawini wanita lain lagi. (Riwayat Bukhari)

Nomor: 590

Dari al-Hasan bin Ali radhiallahu 'anhuma, katanya: "Saya hafal sesuatu sabda dari Rasulullah صلی الله عليه وسلم: "Tinggalkanlah apa-apa yang meragu-ragukan padamu untuk beralih kepada apa-apa yang tidak meragu-ragukan padamu."

Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan shahih.

Artinya ialah: Tinggalkanlah apa-apa yang engkau merasa bimbang untuk dilaksanakan dan ambil sajalah apa-apa yang engkau tidak merasa bimbang samasekali dalam melaksanakannya.

Penjelasan:

Hal-hal yang meragu-ragukan itu pada umumnya ada dua macam, yaitu:

1. Meragu-ragukan karena dipandang dari segi hukumnya seperti barang-barang yang hukumnya syubhat (tidak jelas perihal halal atau haramnya).

2. Meragu-ragukan karena dipandang dari akibatnya seperti sesuatu usaha atau tindakan.

Kalau yang pertama memang sebaiknya kita tinggalkan saja dan beralih kepada yang tidak meragu-ragukan. Tetapi kalau yang kedua wajiblah kita tinjau dahulu, yaitu sekiranya hati kita yakin akan kebenaran usaha atau tindakan kita itu, maka keragu-raguan wajiblah dilenyapkan dan usaha atau tindakan itu wajib dilaksanakan terus. Misalnya dalam cita-cita menegakkan Agama Islam di atas bumi ini, terutama di tanahair sendiri, lalu kita ragu-ragu kalau tidak berhasil, banyak yang menentangnya, badan dapat sengsara sebab disiksa, dipenjarakan dan Iain-Iain. Maka keragu-raguan semacam ini, bukanlah pada tempatnya. Orang yang meragu-ragukan semacam ini, sama halnya dengan orang yang ingin menyeberangi jalan, tetapi takut tertubruk mobil atau ingin makan durian, tetapi takut tercocok durinya. Jadi keragu-raguan tersebut wajib dilenyapkan dari sanubari setiap kaum mu'minin, sebab keragu-raguan itu tidak sewajarnya.

Nomor: 591

Dari Aisyah رضي الله عنها, katanya: "Abu Bakar as-Shiddiq رضي الله عنه itu mempunyai seorang hambasahaya lelaki yang mengeluarkan - memberikan - kepadanya pendapatan wajibnya -alkharaj. Abu Bakar makan dari hasil kharaj tadi. Pada suatu hari hambasahaya itu datang padanya dengan membawa sesuatu, kemudian Abu Bakar juga memakannya. Selanjutnya hambasahaya itu berkata pada Abu Bakar: "Adakahandatahu, hasil dari apakah ini?" Abu Bakar bertanya: "Hasil apa ini?" Ia menjawab: "Dahulu pada zaman jahiliyah saya memberikan sesuatu ramalan pada seseorang, padahal saya sendiri sebenarnya tidak pandai dalam persoalan kahanah - pendukunan - itu, melainkan saya hanyalah menipunya belaka. Tadi ia menemui saya lalu memberikan pada saya sesuatu yang anda makan itu. Abu Bakar lalu memasukkan tangannya -dalam kerongkongannya, lalu memuntahkan segala sesuatu yang ada dalam perutnya." (Riwayat Bukhari)

Alkharaj ialah sesuatu yang ditetapkan oleh seseorang tuan -pemilik - kepada hambasahayanya untuk memberikan hasil yang ditetapkan tadi kepada tuannya setiap hari, sedangkan sisa dari hasil kerjanya itu untuk hambasahaya itu sendiri.

Nomor: 592

Dari Nafi' bahwasanya Umar رضي الله عنه menentukan untuk kaum muhajirin yang pertama-tama sebanyak empat ribu - dirham setahun, ia juga menetapkan untuk anaknya sendiri - yang juga termasuk kaum muhajirin yang pertama-tama - sebanyak tigaribu limaratus. Ia ditanya; "Ia adalah termasuk kaum muhajirin, mengapa engkau kurangi pemberiannya?" Umar berkata: "Hanyasanya kedua orang tuanyalah yang berhijrah dengan membawanya serta." Umar menyambung ucapannya lagi, yaitu: "Jadi ia tidaklah dapat disamakan seperti orang yang berhijrah dengan dirinya sendiri." (Riwayat Bukhari)

Nomor: 593

Dari Athiyyah bin 'Urwah as-Sa'di as-Shababi رضي الله عنه, katanya: "Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda: "Seseorang hamba itu belum sampai kepada tingkat menjadi orang yang termasuk kaum yang bertaqwa, sehingga ia suka meninggalkan sesuatu yang tidak ada larangannya karena takut kalau-kalau dalam ha! itu ada larangannya - yaitu hal-hal yang syubhat."

Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan.